Hampir tiap saat kita
melihat penyanyi baik itu band/solo maupun boy-girlband
bermunculan. Banyak orang berlomba-lomba ingin jadi penyanyi, bahkan banyak
yang tak sadar akan kemampuan suaranya. Kontes-kontes pencarian bakat menyanyi
pun banyak digelar. Lagu-lagu dewasa kian banyak dan beragam jenisnya. Namun,
hal ini berbanding terbalik dengan lagu anak-anak. Lagu anak-anak berada pada
masa mati suri.
Sungguh miris ketika mendengarkan
anak-anak menyanyikan lagu-lagu orang dewasa yang mungkin mereka pun belum
mengerti benar maknanya. Mereka juga kerap sekali menonton film/sinetron yang
sejatinya belum pantas mereka saksikan. Apalagi, kita tahu sendiri bagaimana
sinetron-sinetron televisi masa kini. Banyak yang kurang (bahkan tidak)
mendidik. Anak-anak yang seharusnya mendendangkan lagu ceria dan bermakna
edukatif, kini menyanyikan lagu-lagu dewasa bertema cinta, perselingkuhan,
pengkhianatan, dan bahkan pembangkangan. Mereka yang memang sedang dalam
masa-masa ‘meniru’ itu menerima saja apa-apa yang mereka saksikan.
Hal ini diperburuk
dengan kelalaian berbagai pihak dalam memperhatikan perkembangan anak-anak.
Para orang tua bahkan dengan mudahnya membiarkan anak-anaknya menonton sinetron
dewasa dan menyetel lagu-lagu dewasa. Tak heran jika anak-anak sekarang dewasa
prematur. Bagaimana tidak, mereka melihat, mendengar, membaca dengan porsi
dewasa. Kondisi ini menimbulkan beragam pertanyaan. Kemana orang-orang yang
mengaku dewasa? Kemana orang tua yang bertanggungjawab mendidik anaknya? Kemana
Negara yang masa depannya berada di tangan anak-anak itu? Sebegitu sibuknya kah
menjadi orang dewasa hingga tak sempat mempedulikan apa yang anak-anak tonton
dan dengar?
Memang, tak dapat dipungkiri,
beberapa tahun ini film anak di Indonesia menunjukkan geliat yang baik.
Beruntung kita masih memiliki sineas muda seperti Ari Sihasale dan Nia
Zulkarnain yang hingga saat ini tetap berkomitmen mendedikasikan diri mereka
untuk memproduksi film anak dengan nilai edukatif yang tinggi seperti: Denias,
Tanah Air Beta, Serdadu Kumbang, Di Timur Matahari dan sejumlah judul lain.
Namun tidak demikian dengan lagu anak. Sejak tahun 2000-an, lagu anak seperti
hilang di telan bumi. Tak pernah terdengar lagi lagu-lagu seperti: Bintang
Kecil, Libur Tlah Tiba, Diobok-obok dinyanyikan anak-anak. Entah karena
penyanyinya kini sudah beranjak dewasa atau karena lagu anak-anak dianggap tak
penting lagi.
Di tengah ‘kemarau’
lagu dan film anak saat ini, Mizan Production memproduksi film anak berjudul
“Ambilkan Bulan” yang dapat dinikmati masyarakat di bioskop-bioskop mulai
tanggal 28 Juni 2012. Film yang bercerita tentang Amelia, seorang anak yang
kesepian karena ibunya yang single parent
terlalu sibuk mencari nafkah. Pada satu kesempaan Amelia mengunjungi sepupunya
di desa. Dari sinilah petualangan Amelia dimulai.
Film ini memadukan
unsur fantasi, musik, laku, gerak dan tarian. Yang menarik adalah, film ini
tidak hanya menyajikan cerita ringan dan
keceriaan anak-anak semata. Melainkan juga memasukkan lagu anak-anak
karya almarhum AT. Mahmud, pencifta 500 judul lagu anak-anak yang namanya
dikenal hingga kini. Total ada sepuluh lagu ciptaan almarhum AT. Mahmud dalam
film Ambilkan Bulan yang dinyanyikan ulang oleh penyanyi dewasa seperti Sheila
On7, The Changcuters, Cokelat dan Superman Is Dead, dan sejumlah nama lain. Tentu
saja ini gelagat yang baik tidak hanya bagi masa depan film anak, melainkan
juga bagi lagu anak yang saat ini kian tenggelam.
Anak-anak harus
menonton dan mendengar sesuai porsinya. Ini penting diperhatikan karena apa
yang mereka lihat, dengar, baca dan rasakan berkaitan erat dengan perkembangan
psikologisnya. Memori masa kecil adalah memori yang selalu diingat oleh tiap
orang bahkan hingga mereka renta. Jangan biarkan kenangan masa kecil anak-anak
kita dipenuhi oleh ingatan tentang lagu-lagu dan film dewasa. Itu sebabnya,
perlu dicanangkan sebuah gerakan untuk menghidupkan kembali semarak lagu-lagu
dan film anak. Karena hal itu pulalah, besar harapan, film Ambilkan Bulan mampu
memperkenalkan dan menghidupkan kembali lagu anak-anak yang telah tergusur
keberadaannya oleh lagu-lagu dewasa. Film Ambilkan Bulan diharapkan tidak hanya
sebagai film anak yang memanfaatkan momentum liburan sekolah dan mengejar angka
nominal semata, tetapi turut memberi sumbangsih terhadap kebangkitan kembali
film dan lagu anak-anak.
Hemat penulis, film-film
seperti ini bagus ditonton tidak hanya untuk anak-anak, tetapi juga orang
dewasa khususnya orang tua. Selain mengenang masa kecil, juga untuk
mengingatkan para orang dewasa bahwa lagu anak-anak memiliki peranan penting
bagi perkembangan seorang anak. Memang, tidak ada yang dapat menebak, sejauh
apa film Ambilkan Bulan dapat menumbuhkan kembali kesadaran para orang dewasa
akan pentingnya lagu anak bagi anak-anak. Namun, tak ada salahnya kita berharap
dan memberi apresiasi terhadap usaha pihak manapun untuk membangkitkan kembali
keceriaan anak-anak melalui film dan lagu.
Sudah saatnya orang
dewasa memberikan perhatian lebih terhadap dunia anak-anak. Hal itu dapat
dituangkan dalam berbagai hal sesuai profesi. Tidak harus lagu. Sineas film,
mulailah berpikir membuat film anak-anak, pencipta lagu membuat lagu
anak-anak, penulis membuat cerita anak.
Jika hal ini dilakukan pasti tak ada anak-anak yang dewasa prematur.
***
0 komentar :
Posting Komentar
komentar yg membangun yach..