PANGGILAN MASA LALU

Susah sekali rasanya menghilangkan pikiran itu dari benakku. Ia terus menghantui. Seolah tak rela aku hidup dengan tenang. Begitu lihai menyusup ke jiwa. Bahkan saat aku tidurpun ia datang melalui mimpi. Membuat tidurku tak lelap.
“Mimpi itu lagi?” Tina yang belum tidur seperti kasihan melihatku bangun dan termangu dengan keringat di dahi
Aku mengangguk.
Tina bangkit dari tempatnya duduk di depan laptop. Mengambil tempat di sampingku dan menepuk-nepuk pundakku.
“Sudahlah, tak perlu kau pikirkan. Toh itu hanya mimpi, bunga tidur” ia menenangkan
“Tapi kenapa selalu ia yang datang? Kenapa selalu mimpi serupa?”
“Barangkali kau yang terlalu memikirkannya”
“Aku justru baru teringatnya ketika pertama kali mimpi itu hadir”
“Ok..Ok aku ngerti. Sekarang baiknya tidur lagi. Masih jam tiga dini hari. Besok kuliah jam sepuluh kan”
Aku mengangguk. Menarik kembali selimutku sementara Tina melanjutkan pekerjaannya. Sebenarnya aku ingin menyarankan Tina untuk segera tidur. Teman sekamarku itu teramat sering begadang. Kadang mengerjakan tugas. Kadang chatting entah dengan siapa. Kadang juga cuma main game. Aku sering menasehatinya. Begadang tak baik untuk kesehatan. Apalagi perempuan. Kalau ia sedang chatting atau main game, biasanya sih nurut. Mematikan laptop dan bergegas naik ke tempat tidur. Tapi kalau tugas kuliah, biasanya ia tak akan beranjak meski aku tlah mengingatkan. Malam ini aku sengaja tak menyuruhnya tidur meski aku tahu ia hanya bermain game. Itu karena aku takut bermimpi lagi dan terbangun lalu mendapati kesunyian. Kalau ia masih terjaga, setidaknya ada orang lain yang membuatku sedikit lebih aman.
*
Detak jantungku bergemuruh tak karuan. Seluruh tulang serasa hendak terlepas dari sendi. Lelah minta ampun. Ingin berhenti sejenak. Menghela nafas atau sekedar menyebut nama Tuhan. Tapi tak kulakukan. Sebab bukan hanya tubuhku yang mulai kehabisan daya, tapi juga jiwaku. Sedari tadi aku meminta pertolongan-Nya. Sesuatu dzat yang konon maha di atas segalanya. Namun hingga lelah sukmaku menjerit memohon, mengucapkan kalimat-kalimat yang katanya suci, aku masih tetap di sini. Masih tak dapat menghindarinya. Sepertinya Tuhan juga ingin aku terus bergumul dengan ketakutan ini.
Tulang kakiku mau patah rasanya. Napasku tersengal. Satu-satu. Tapi aku tak peduli. Aku terus berlari. Berlari menghindari gelap yang ikut merayap kemana kakiku melangkah. Dan sesuatu di belakangku itu. Ia seperti memiliki banyak mata. Kemanapun aku berlari. Kemanapun aku bersembunyi, ia selalu dapat menemukanku. Padahal sedari tadi ia tak bergerak. Tapi kemanapun aku pergi ia selalu ada. Ia hanya diam ditempatnya. Hanya bola matanya yang bergerak-gerak. Menatapku tajam hingga sesak sampai ke hati. Mulutnya terkunci. Tapi bola matanya mendialogkan kengerian yang menakutkan.
“Apa yang kau inginkan dariku?” susah payah aku berucap. Percuma. Ia tak menjawab. Hanya matanya yang terus menatap tajam ke arahku laksana pedang tajam yang siap menebas leherku. Napasku tercekat, tak mampu lagi berucap. Dalam gelap terus ku berlari. Berlari. Berlari menghindari tatapan ngeri itu. Hingga sesuatu membentur kepalaku. Aku terhuyung, ambruk dalam pekat dan tanah yang terbalut dingin. Tapi kurasa ini lebih baik dari pada harus melihat mata itu lagi.
“Ka, Rika…” kurasakan seseorang menepuk pipiku. Samar kulihat cahaya lampu. Butuh beberapa saat untukku memulihkan kesadaran. Dimana aku? Kamar dengan dinding cat hijau. Dua buah tempat tidur. Buku-buku tersusun tak rapi. Dan wajah yang sedang menatapku. Wajah itu, syukurlah bukan wajah yang memiliki bola mata menakutkan.
“Kau baik-baik saja kan?”
Aku diam. Menghela napas lega berada di kamar kos dan mendapati Tina masih terjaga.
“Ka!” kembali Tina menyebut namaku. Memaksaku mengucapkan sesuatu, tanda aku baik-baik saja atau sebaliknya
“Sepertinya aku harus menemuinya?”
“Siapa?”
“Mala”
“Bukankah kau sendiri yang bilang kalau kau sudah lost contact dengannya”
“Aku akan mencarinya” ucapku sambil bangkit. Kepalaku pusing. Pelan-pelan kubaringkan tubuhku di ranjang.
“Apakah tadi aku tertidur di lantai?” tanyaku. Terkadang aku dan Tina memang suka tiduran di lantai. Apalagi jika udara panas dan gerah.
“Mmm… tidak. Tadi kau terjatuh”
“Apa?!”
“Mungkin karena mimpimu. Sudahlah, lanjutkan tidurmu”
“Jam berapa ini?”
“Baru jam sebelas”
Hening.
Kupejamkan mataku. Mata itu kembali hadir. Hufft… aku bangkit. Mengabil sembarang buku dan membacanya.
“Kenapa tak tidur?”
“Tolong lakukan sesuatu agar aku tak tidur”
Kening Tina berkerut. Menatapku.
“Aku tak punya cukup keberanian untuk bermimpi itu lagi. Jadi aku tak ingin terlelap”
“Makanya sebelum tidur baca do’a dulu. Apa perlu aku ajari apa bacaannya” aku tahu Tina sedang mengajak bergurau. Tapi aku sedang ingin serius saat ini.
“Bahkan saat dalam mimpi pun aku berdo’a. Meminta agar ini segera berakhir. Tapi apa? Sudah lebih seminggu aku dihantui mimpi sialan itu, jadi untuk apa lagi aku berdo’a” suaraku meninggi. Sinis.
“Jangan meragukan-Nya”
“Aku hanya membicarakan fakta”
“Kau harus tahu kenapa fakta itu berlaku”
“Apakah itu artinya aku tak berhak ditolong-Nya?”
“Bukan itu. Kau harus bijak membaca petunjuk-Nya sobat”
Diam.
“Coba tenangkan pikiranmu. Cernalah dengan kepala dingin. Mungkin kau akan dapat jawaban mengapa Tuhan mengirimkan mimpi-mimpi itu pada tiap tidurmu seminggu ini” Tina kembali berucap
“Aku tahu. Satu-satunya hal yang akan kulakukan adalah secepatnya menemui Mala. Aku akan bertanya langsung, kenapa ia hadir dalam mimpiku dalam sosok yang menakutkan”
“Aku akan menemanimu jika kau mau”
“Tak apa aku sendiri. Kau kan sedang banyak tugas”
“Hei… tugas itu lebih banyak berpengaruh pada nilaiku di atas kertas. Tapi tindakan nyata dalam sebuah persahabatan pasti akan berpengaruh langsung pada persahabatan itu sendiri. Bukankah hal real itu lebih penting dari sekedar nilai-nilai di atas kertas?”
“Baiklah! Besok sabtu, kuliah libur kan. Temani aku pulang ke Kisaran. Oya, ucapanmu membuat resahku berkurang. Tampaknya aku tak salah memberimu predikat sahabat”
Tina tersenyum. Demikian juga aku. Malam ini kuhabiskan dengan menjadi supporternya bermain game. Sedikit melupakan tentang mimpi itu. Meski dalam hati, masih tertinggal secuil resah yang coba kubohongi. Biarlah, untuk malam ini aku absen dari mimpi itu.
*
Sesosok tubuh terdiam kaku di sisi jendela. Beku. Layu. Tubuhnya kurusan. Rambut indahnya dibiarkan tergerai tak terurus. Tak tampak keceriaan yang dulu tak pernah lepas dari wajahnya. Matanya menatap kosong ke langit siang ini. Mata yang dalam mimpiku terlihat menakutkan itu justru menggambarkan ketakutan. Ketakutan yang membuat senyumnya sirna.
“La, ini aku Rika. Kau masih ingat kan?” kuucapkan kalimat itu seceria mungkin. Tapi sosok di depanku itu tak merespon. Kusibakkan rambutnya yang sebagian menutupi wajahnya.
Mala, ia salah satu sahabatku kala SMA di Kisaran, tanah kelahiranku. Seorang gadis lugu yang pendiam namun selalu terlihat ceria. Ia gadis yang menarik dengan wajah mulus, rambut panjang lurus tergerai dan kulit hitam manisnya yang eksotis. Ukuran tubuhnya yang terbilang mungil dengan tinggi hanya 155 Cm dan berat 43 Kg, namun tak mengurangi daya tariknya. Meski begitu, Mala tak punya teman dekat pria maupun wanita. Mungkin akulah satu-satunya teman yang lumayan akrab dengannya. Berbeda denganku yang lumayan memiliki banyak kenalan.
Saat kelas tiga entah kenapa aku berpikir untuk merubah Mala. Bukan apa-apa, aku hanya ingin ia membuka diri untuk bergaul dengan lebih banyak orang. Akupun mengenalkannya dengan beberapa teman baik itu lelaki maupun perempuan. Berhasil. Ia mulai rajin bergaul. Tak hanya itu, ia pun menjalin hubungan asmara dengan Bram, anak kelas sebelah.
Aku tahu, Bram bukanlah siswa dengan predikat baik di sekolah. Ia jarang masuk sekolah dan selalu ugal-ugalan jika mengendarai motor. Prestasi belajarnya juga biasa-biasa saja. Namun Bram cukup dikenal karena pintar bergaul.
Sebagai sahabat, aku tak punya keinginan untuk melarang hubungan mereka. Apalagi sikap Bram selama ini baik meski ia jarang masuk sekolah. Tapi ternyata aku salah. Aku salah sudah mengenalkan Bram pada Mala dan membiarkan mereka saling mengenal lebih jauh. Bram bukanlah orang yang cukup kukenal dengan baik. Ada perangai yang kurang baik yang tak kutahu tentangnya. Perangai yang baru kutahu barusan.
Waktu itu malam perpisahan sekolah kami. Malam terakhir kami berkumpul satu sekolah. Jam sepuluh malam acara selesai. Masing-masing pulang ke rumah. Ada yang dijemput keluarga, ada juga yang pulang beramai-ramai naik sepeda motor. Aku salah satunya. Masih kuingat ketika itu Mala duduk manis dalam boncengan Bram. Pastilah Bram akan mengantarnya pulang. Aku keliru. Bram tak membawanya pulang melainkan ke bekas terminal yang tak berfungsi lagi. Hanya mereka berdua disana. Mala yang lugu mau saja dicekoki minuman penghilang kesadaran. Ia pasrah dalam pelukan laki-laki bangsat itu. Ketika subuh menjelang, ia mendapati dirinya tergeletak tanpa busana di lantai terminal yang gelap. Tak ada Bram di sana. Hanya ada perih yang ia rasakan di sekitar selakangannya. Juga di hatinya.
Bram tak pernah muncul setelah itu. Ia menghilang seiring senyum Mala yang juga hilang. Hari-harinya dihabiskan dengan diam. Duduk di sisi jendela dan menatap langit kelam.
Kupeluk tubuh rapuh Mala. Ia terguguh. Tak dapat kubendung tangisku. Aku tahu, ketakutan yang kualami atas mimpi-mimpi itu adalah ketakutan Mala. Aku juga kini tahu, Tuhan bukan tak ingin menolongku dari mimpi-mimpi itu. Tapi Tuhan ingin aku menolong Mala. Setidaknya tidak membiarkan ia sendirian melewati semua ini. Mala, bertahanlah! Aku akan menemanimu. Tunggu aku, tiap akhir minggu aku akan pulang ke Kisaran untuk berbagi denganmu. Bercerita, bahwa hidup harus tetap dilalui dengan senyum seperih apapun cobaan itu. Aku akan datang, bersama Tina dan juga kasih Tuhan, untukmu!
***
NB : Dimuat di sumut pos minggu, 16 januari 2011
Share on Google Plus

About nebula

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :

Posting Komentar

komentar yg membangun yach..

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com