17 Januariku, aku ingin berbincang denganmu hari ini. Berbincang
lewat surat yang tak akan pernah tersampaikan. Lewat surat yang tak akan pernah
kau baca. Aku tau itu, tapi aku tetap ingin melakukannya.
Tapi 17 Januariku, ada hal yang membuatku tak jua memulai
cerita. Seseorang nun jauh disana mengajakku berbincang. Seseorang yang tanah
tempatnya berpihak banyak diperbincangkan karena genangan air yang (katanya)
akan menenggelamkannya. Ia bercerita tentang masa lalu. Tentang pahit yang
harus dikecapnya hingga kini. Tentang sesuatu yang juga pernah terbersit di
pikiranku : karma.
Akhir-akhir ini ia memang sering menyapaku, membagi cerita
tanpa kupinta. Aku senang bisa menjadi tempatnya berbagi, sama seperti saat
dulu kau melakukannya padaku. Tapi tentang masa lalu, aku tak tau bagaimana
harus menghiburnya. Aku tak tau bagaimana membuatnya tersenyum. Masa lalu
tampaknya telah merenggut senyumnya.
17 Januariku, aku ingin dia tau, masa lalu tetap masa lalu. Entah
itu manis atau pahit, ia tak akan bisa diubah. Tapi kita bisa memilih :
mengenangnya dengan senyum atau meratapinya, menjadikannnya bekal untuk masa
depan yang lebih baik atau terperangkap di dalamnya. Aku ingin ia mengenang
masa lalunya seperti aku mengenangmu dengan senyum.
17 Januariku, masa laluku, beritah aku bagaimana cara membuatnya tersenyum.
0 komentar :
Posting Komentar
komentar yg membangun yach..